Menurutku, cinta itu seperti ini:Kamu ditolak berkali-kali, dipatahkan berkali-kali, dikecewakan berkali-kali, tetapi kamu tetap menggunakan tanganmu untuk menggandeng, bukan memukul.

Jika kamu berani jatuh cinta, kamu juga harus berani menerima kemungkinan bahwa cinta itu hanya terjadi satu arah—dan itu akan membuatmu tersesat.

Aku mencintaimu seperti angin. Kamu tidak akan merasakannya jika kamu tak ingin.

Meski kamu sudah berusaha membakar hati dengan berbagai macam cara, akan tetap ada satu orang yang dengan setia tinggal di sana.

Mungkin, bagi orang-orang yang sudah tak lagi percaya dengan komitmen, cara berpikir yang sederhana itu seperti ini: pedulikan siapa saja yang tinggal, abaikan siapa saja yang tanggal.

Hanya karena aku tak pernah lagi menghubungimu, jangan anggap aku telah kehilangan rasaku. Melupakanmu tak pernah semudah itu. Di antara bisingnya repetisi semu, tengoklah langit-langit kamarmu. Ada beberapa harap yang kugantungkan di sana; manifestasi dari untaian doa yang kukirim setiap kali namamu terlintas dalam kepala. Pastikan itu menjadi bunga tidurmu. Cukupkan itu menjadi obat lelahmu.

Kita semua pernah kecewa karena gagal tumbuh di hati orang lain.

Kalau mencintai masih butuh alasan, lebih baik jangan dikatakan. Jangan libatkan orang lain dalam debar jantungmu yang masih pilih-pilih itu.

Setiap manusia lemah dengan caranya masing-masing. Apa yang bisa menguatkannya adalah penerimaan dalam dekap yang tak asing.