Abstain adalah bentuk absurd dari akal.

Hingga hubungan kita dengan segalanya, telah menuai titik temu.

Jangan biarkan suara hati tertutupi oleh riuh-riuh kecil masyarakat dan orang lain.

Jangan melarang siapapun, dalam melakukan apapun, karena semuanya memiliki prosesnya masing-masing.

Entah bagaimana, seluruh manusia berjalan, berbicara, dan menetapkan sesuatu, tanpa adanya hati nurani dalam dirinya, seolah mereka merasa benar, namun isinya adalah nol besar. Dengan berat hati, itu bukanlah manusia, tidak ada sifat manusia dalam sanubari mereka.

Pengembaraan jiwa memiliki gerbang awal, yaitu rasa patah hati kepada dunia.

Aku sering lupa wajah sendiri, apakah telah begitu layu atau masih seberingas dulu? Aku hanya melihat seorang lelaki di hatiku, yang ternyata adalah diriku sendiri. Berjalan tanpa melihat kanan maupun kiri. Terasing dari masyarakatnya, terasing dari zamannya. Mengembarai sepi, mendulang makna dalam sunyi. Dalam puisi, tumpahlah sembah suci hamba yang tertatih-tatih letih. Hina, namun enggan berhenti. Sebab ia yakin, tak ada cinta tanpa diuji.

O jalan! Tunjukkan aku, Tuhan yang benar.

Kalau manusia dianggap manusia dari bentuk fisiknya, maka Muhammad dan Abu Jahal memiliki kualitas yang sama. Lukisan di atas dinding pun persis seperti manusia. Lihatlah, apa yang kurang? Lukisan indah itu kehilangan ruh-nya. Jangan sampai kita seperti Azazil, yang hanya melihat air dan lumpur ketika memandang Adam. Lihatlah di balik lumpur, beratus-ratus ribu taman yang indah.