Sebenarnya pagi tak pernah berakhir, kita hanya mengada-ada soal siang, sore, dan malam.

Kau takkan mengerti rindu, karena terlalu banyak pagi yang kau lewatkan.

Langit, gerombolan awan, pohon dan kita didalam waktu yang terkadang bisa kita sebut sebagai "PAGI".

Tak ada hal yang terjadi dua kali, meskipun esok masih pagi tapi tetap saja pagi yang takkan sama lagi.

Pada halaman 317, lihatlah awan-awan kapas berpumpun menyajak langit di pagi nan elok. Sedangkan kau gigih mematung mencacapi mimpi-mimpi layaknya Hawa yang mendamba buah Kuldi.(Pagi, Selembar, dan Pena-pena'ku yang tak mau berhenti menulis)