Kau tahu kekasih, malam minggu itu adalah ketika jalan-jalan kota dipenuhi oleh para remaja, yang tingkahnya mendesak siapa saja untuk bertanya,"Sudah punya anak berapa?

Kuhunjamkan pedangku ke bilah dadaMuKautikam jantungku dengan belatiLihat siapa di antara kita yang abadi!

Kita pun kini pahambahwa takada yang abadi–termasuk kita−dalam puisi.

Memilih untuk tidak mengeluh,barangkali adalah wujud syukuryang paling jujur.

Chat dihapus lalu diketik lagi,kalau sudah kehabisan kata,paling banter ngirim emoji.Lalu berkilah, ngetiknya nggak pakek hati,cuma buat having fun pemecah sunyi.Tapi giliran chatnya nggak dibalas, malah ngamuk-ngamuk nyari Kapsagi.Situ sehat?

Karena cinta sejatinya adalah segumpal tanya yang gelisah pada malam siapa saja.

Barangkali tidak ada yang benar-benar tahu ke mana perginya cinta setelah ia tiada, juga tidak ada yang benar-benar mengerti ke mana ruh pergi setelah ia beranjak dari ragawi.Barangkali tidak ada yang tahu pasti.Barangkali takada yang peduli.

Mencintai hujan, kau harus sudi demam tujuh hari tujuh malam.Tidak percaya?Coba saja!

Maka apa saja yang didasari oleh cinta,pasti ia tidak mengharapkan apa-apa.